Semakin baiknya perekonomian Indonesia membuat pemerintah optimis jika
pertumbuhan ekonomi pada tahun ini dapat lebih tinggi dari asumsi
sebelumnya sebesar 6,4 persen. Karenanya pemerintah berminat merevisi
pertumbuhan ekonomi naik sebesar 0,1 persen.
Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo menuturkan penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, dan konsumsi masyarakat akan membuat akselerasi pertumbuhan ekonomi 2011 lebih baik dari asumsi awal 6,4 persen di APBN 2011.
“Pemerintah optimis bahwa kinerja ekonomi 2011 akan berakselerasi paa level semakin tinggi, sebesar 6,5 persen, yang didorong oleh penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, maupun konsumsi masyarakat,” ujar dia lewat paparannya ‘Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2011’ di Jakarta,, Jumat (20/5/2011).
Dengan Pertumbuhan sebesar 6,5 persen, Agus meyakini akan menekan tingkat pengangguran terbuka menjadi 6,8 persen dan kemiskinan menjadi 11,5-12,5 persen. Selain itu, sejumlah proyeksi sejumlah faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi 2011. Yakni konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9 persen, konsumsi pemerintah 5,1 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 9,5 persen, ekspor 14,1 persen, dan impor 17,3 persen.
Selain itu, ada indikasi pemerintah akan mengubah asumsi makro ekonomi 2011. Antara lain rata-rata nilai tukar sepanjang 2011 diperkirakan sekitar Rp8.800-9.000 per dolar AS, lebih kuat dibandingkan asumsi Rp9.250 per dolar AS di APBN. Terkait inflasi, pemerintah melihat trennya masih akan meningkat terus sehingga laju inflasi 2011 diperkirakan sekitar enam persen, dari sebelumnya 5,3 persen.
Untuk SBI 3 bulan, tidak lagi menjadi dasar penentuan tingkat bunga obligasi negara mengingat Bank Indonesia (BI) tidak lagi melelang instrumen moneter tersebut. sebagai gantinya, pemerintah menggunakan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebagai asumsi, yang diperkirakan sepanjang 2011 berkisar 5,5-6,5 persen.
Sedangkan untuk minyak mentah Indonesia (ICP), dijelaskannya secara tidak langsung asumsi sebesar USD80 per barel dalam APBN 2011 tidak lagi relevan. Sejalan dengan tren kenaikan harga minyak dunia, pemerintah memperkirakan rata-rata ICP tahun ini akan berada di USD90-100 per barel.
Terakhir, tingkat produksi (lifting) minyak yang ditargetkan sebesar 970 ribu barel per hari (bph) dalam APBN 2011 nantinya hanya akan mencapai kisaran paling rendah 945 ribu bph. Hal ini diperkirakan karena adanya sejumlah masalah klasik yang menghambat. Antara lain, belum optimalnya sumur-sumur baru, terbatasnya investasi di sektor migas, keterbatasan peralatan dan teknologi, cuaca buruk dan perubahan iklim, serta dampak penerapan asas cabotage.
Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo menuturkan penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, dan konsumsi masyarakat akan membuat akselerasi pertumbuhan ekonomi 2011 lebih baik dari asumsi awal 6,4 persen di APBN 2011.
“Pemerintah optimis bahwa kinerja ekonomi 2011 akan berakselerasi paa level semakin tinggi, sebesar 6,5 persen, yang didorong oleh penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, maupun konsumsi masyarakat,” ujar dia lewat paparannya ‘Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2011’ di Jakarta,, Jumat (20/5/2011).
Dengan Pertumbuhan sebesar 6,5 persen, Agus meyakini akan menekan tingkat pengangguran terbuka menjadi 6,8 persen dan kemiskinan menjadi 11,5-12,5 persen. Selain itu, sejumlah proyeksi sejumlah faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi 2011. Yakni konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9 persen, konsumsi pemerintah 5,1 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 9,5 persen, ekspor 14,1 persen, dan impor 17,3 persen.
Selain itu, ada indikasi pemerintah akan mengubah asumsi makro ekonomi 2011. Antara lain rata-rata nilai tukar sepanjang 2011 diperkirakan sekitar Rp8.800-9.000 per dolar AS, lebih kuat dibandingkan asumsi Rp9.250 per dolar AS di APBN. Terkait inflasi, pemerintah melihat trennya masih akan meningkat terus sehingga laju inflasi 2011 diperkirakan sekitar enam persen, dari sebelumnya 5,3 persen.
Untuk SBI 3 bulan, tidak lagi menjadi dasar penentuan tingkat bunga obligasi negara mengingat Bank Indonesia (BI) tidak lagi melelang instrumen moneter tersebut. sebagai gantinya, pemerintah menggunakan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebagai asumsi, yang diperkirakan sepanjang 2011 berkisar 5,5-6,5 persen.
Sedangkan untuk minyak mentah Indonesia (ICP), dijelaskannya secara tidak langsung asumsi sebesar USD80 per barel dalam APBN 2011 tidak lagi relevan. Sejalan dengan tren kenaikan harga minyak dunia, pemerintah memperkirakan rata-rata ICP tahun ini akan berada di USD90-100 per barel.
Terakhir, tingkat produksi (lifting) minyak yang ditargetkan sebesar 970 ribu barel per hari (bph) dalam APBN 2011 nantinya hanya akan mencapai kisaran paling rendah 945 ribu bph. Hal ini diperkirakan karena adanya sejumlah masalah klasik yang menghambat. Antara lain, belum optimalnya sumur-sumur baru, terbatasnya investasi di sektor migas, keterbatasan peralatan dan teknologi, cuaca buruk dan perubahan iklim, serta dampak penerapan asas cabotage.